-->



Theme Layout

Theme Translation

Trending Posts Display

Home Layout Display

Posts Title Display


404

We Are Sorry, Page Not Found

Home Page




Mahfud : ‘Usul Selundupan’ !! Jurnalis Demo DPR-RI: Tolak Revisi RUU Penyiaran, Kebebasan Pers 'Disunat'




JAKARTA, WARTAONE.CO.ID - Sejumlah jurnalis dan pegiat media yang mengatasnamakan ‘Koalisi Jurnalis, Pers Mahasiswa, dan Organisasi Pro Demokrasi Tolak RUU Penyiaran’ menggelar aksi demonstrasi di depan gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (27/05/2024).


Mereka menolak Revisi Undang-Undang (RUU) tentang Penyiaran. Para jurnalis membawa atribut spanduk dan poster yang berisikan penolakan terhadap RUU Penyiaran.


Di antaranya seperti ‘Dukung Kebebasan Pers, Tolak Revisi UU Penyiaran’, ‘RUU Penyiaran Bikin Korupsi Makin Ugal-ugalan’, ‘dan Jurnalisme Investigasi Dikebiri, Demokrasi Mati’.




Mereka juga meletakkan kartu identitas pers serta kamera sebagai bentuk penolakan terhadap RUU tersebut.


Sekretaris Jenderal (Sekjen) Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bayu Wardhana dalam orasinya menegaskan RUU Penyiaran merupakan ancaman terhadap pers lantaran akan mengebiri kebebasan pers.


“Harusnya kita juga lihat ada skenario besar ketika sebelum RUU ini ada revisi MK. kalau kita lihat ada empat pilar demokrasi, legislatif sudah dipreteli, yudikatif dipreteli, dan sekarang pers akan dipreteli. ini skenario besar teman-teman,” kata Bayu.


Bayu mengatakan aksi penolakan RUU Penyiaran tak cuma digelar di Jakarta, tapi serentak di kota-kota lain di Indonesia.


Ia menjelaskan RUU Penyiaran akan melemahkan masyarakat sipil dan demokrasi. Ia mengatakan tak cuma jurnalis media yang akan terdampak RUU Penyiaran, tapi juga konten kreator media sosial.


Bayu menyoroti pasal yang memberi kewenangan KPI untuk menangani sengketa pers. Padahal, selama ini sengketa pers diselesaikan di Dewan Pers berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.


“Maka KPI bisa masuk dengan dan men-take down konten teman-teman,” kata dia, seperti dilansir cnnindonesia.




Dalam pernyataan sikapnya, para jurnalis menegaskan menolak pasal dan RUU Penyiaran yang memberikan wewenang berlebihan kepada pemerintah untuk mengontrol konten siaran.


Ketentuan ini dianggap berpotensi digunakan untuk menyensor dan menghalangi penyampaian informasi yang objektif dan kritis.


Mereka juga menolak pasal yang mengatur sanksi berat untuk pelanggaran administratif. Bagi mereka, sanksi ini tidak proporsional dan membungkam jurnalis dalam menjalankan kerja-kerja.


“Segera batalkan seluruh pasal bermasalah dalam revisi Undang-Undang Penyiaran,” kata mereka.


“Usul Selundupan”


Dewan Pers pun sudah menyatakan sikap menolak RUU Penyiaran. Bagi Dewan Pers, RUU Penyiaran adalah upaya kesekian kalinya pemerintah untuk membungkam kemerdekaan pers.


Pakar hukum tata negara, Mahfud MD mengaku mendengar kabar bahwa pasal yang mengatur larangan penayangan hasil jurnalisme investigasi pada RUU Penyiaran adalah ‘usul selundupan’.


Mahfud pun menduga pasal yang berpotensi melarang produk investigasi itu diselundupkan oleh orang oknum dalam di parlemen.


“Saya mendengar itu kayaknya ada yang menyelundupkan ketentuan tentang investigasi, karena anggota DPR-RI sendiri banyak bilang saya enggak tahu kalau ada isinya, tapi siapa yang menyelundupkan, pasti kan masuknya lewat orang dalam juga. Nanti kita benarkan itu, kita bongkar onderdilnya kaya apa sebenarnya UU penyiaran itu seharusnya dipertebal,” kata Mahfud usai jadi pembicara di UII, Sleman, DIY, Rabu (23/05/2024).


Mahfud pribadi mengaku terkejut kala mengetahui adanya usulan larangan penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi karena jelas melanggar hak masyarakat untuk mendapatkan informasi benar, sebagaimana dijamin negara melalui UUD Pasal 28F.


Larangan itu, lanjut Mahfud, tentu pula melanggar hak para jurnalis mengekspresikan pendapat publik, maupun opini pribadinya.


Mahfud berpendapat, investigasi adalah ruh paling pokok dari kerja-kerja jurnalistik. Keterpenuhan unsur ‘how’ atau ‘bagaimana’ dalam metode 5W 1 H menjadi yang paling utama dalam sebuah produk jurnalistik investigasi.


“Kalau cuma rumusan 5W 1H itu yang singkat-singkat what, when, why, where, who, dan bagaimana itu berita-berita gitu nggak diperlukan. Ada 10 wartawan nulis hal yang sama dengan 5W 1H, itu baca satu (artikel berita) aja yang lain enggak usah dibaca udah sama isinya. Oleh sebab itu how-nya ini, bagaimananya ini, itulah bagian dari investigasi yang sangat penting,” paparnya.


Dengan alasan itu pula, Mahfud menegaskan posisinya menolak adanya RUU Penyiaran tersebut dan menyarankan justru aturan yang mengatur soal jurnalistik investigasi itu diperkuat.


“Mumpung sekarang masih baru didaftarkan ke baleg rancangan ini, ya kita tentu harus menolak adanya larangan itu larangan terutama menyiarkan investigasi yang penting benar dan bertanggung jawab,” pungkasnya.


Saat ini, Baleg DPR tengah membahas RUU Penyiaran. Namun, draf RUU ini menuai kritik karena dinilai memuat sejumlah pasal kontroversial, terutama yang berkaitan dengan kegiatan jurnalistik. (Red)

Leave A Reply